Senin, 04 Juli 2011

Nasib Sepakbola Indonesia

Tidak di lapangan tidak pula di ruang sidang (baca: Kongres a.k.a ngawangkong teu beres-beres, bahasa sunda, hehe) “sepakbola” kita tetap ricuh. Jika di lapangan para (sebagian) pemain tidak (selalu) puas dengan keputusan wasit sehingga harus ricuh. Protes keras bahkan sampai mengeroyok wasit di lapangan. Belum lagi pendukung tim yang fanatik melempar botol minuman ke tengah lapangan dan kisruh lainnya yang seakan tidak pernah ada habisnya. Begitupula dengan para pengelolanya, sama-sama kisruh.
Rekan blogger semua dan seluruh masyarakat Indonesia khususnya pecinta sepakbola menyaksikan betapa mirisnya “pemerintah” sepakbola kita ricuh akibat perbedaan pendapat dan keinginan. Satu pihak (komite normalisasi) berujar, “kita harus taat aturan serta keputusan FIFA.” demikian pula pihak lainnya (kelompok 78) berkoar, “Tidak ada dasar melarang seseorang mengajukan diri sebagai balon ketum PSSI.”
Huh kisruh bin ricuh. Kepentingan politikkah? hmmm yang jelas saya mengacungi jempol kepada Mantan Menpora, Adhyaksa Dault yang dengan JANTAN mengundurkan diri dari bursa ketum PSSI karena beliau menilai pemilihan ketum PSSI sarat dengan muatan politik.
Sepakbola dan Politik? Nyambungkah? Dikatakan nyambung bisa asal disambungkan dengan politik yang bersih dan santun, namun adakah politik yang seperti itu? Hmmm… politik “nipu ka jalma leutik, bahasa sunda yang artinya menipu rakyat kecil.” Namun jika politik dengan dasar kepentingan pribadi bahkan kelompok? Aduh nasib sepakbola kita di ujung tanduk.
FIFA memang bukan Tuhannya sepakbola tapi seluruh naungan sepakbola internasional berada di bawah bendera FIFA, oleh karena itulah kita sering menyaksikan bendera fair-play by FIFA yang dibawa ketengah lapang sesaat sebelum pertandingan berlangsung. Ya, FIFA bukanlah Tuhannya sepakbola tapi keberlangsungan sepakbola satu negara di kancah internasional ada di tangan FIFA.
Jadi, kisruh kongres PSSI bukanlah masalah siapa yang benar dan siapa yang salah. Tetapi “kepentingan politik” yang terlalu dominan.
Ingat… dalam Politik, tidak kawan & lawan abadi yang ada hanya kepentingan pribadi yang abadi.
Nasib sepakbola kita, sepakbola Indonesia… hiks

Tidak ada komentar:

Posting Komentar